1 min dibaca
16 Mar
16Mar
Suaraa Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Gereja Kristen dan Katolik mempunyai banyak misionaris. Pada abad 19 dan awal abad 20, banyak misionaris dari Eropa yang pergi ke daerah-daerah misi, termasuk ke Indonesia.

Mereka meninggalkan negara dan keluarganya untuk menyebarkan berita injil. Bukan hanya melupakan negara, bangsa, dan keluarganya, mereka juga dituntut untuk menanggalkan budaya dan bahasanya sendiri.

Para misionaris yang sukses umumnya memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi. Siap masuk ke dalam bahasa dan budaya bangsa yang didatanginya.

Ada seorang misionaris Belanda yang datang ke Indonesia sebelum negeri katulistiwa ini merdeka. Namanya J.L Mulder. Beliau dikirim ke tanah Jawa. Karena itu, mesti menguasai bahasa Jawa sebaik-baiknya.

Beliau termasuk salah satu misionaris yang mampu berbahasa Jawa amat halus, melebihi orang Jawa. Sedemikian mendalam penguasaan bahasa Jawanya hingga mungkin sampai lupa berbahasa Belanda.

Setelah puluhan tahun berkarya di Indonesia, sebagai misionaris "sepuh" yang kesehatannya memburuk, beliau dibawa ke Belanda. Dia diturunkan dari pesawat dan dipindahkan ke kursi roda oleh petugas Belanda di bandara Amsterdam.

Karena merasa kesakitan, dia berteriak, "Mas, alon-alon. Loro!" Demikian keluhnya dalam bahasa Jawa. Dia lupa bahwa sudah kembali ke Belanda dan sedang berinteraksi dengan petugas bandara Belanda.

Ada pula misionaris Belanda yang sakit dan harus diperiksa kesehatannya di Belanda. Hasil diagnosanya, beliau mengidap kanker. Umurnya tak lagi panjang. Spontan beliau meminta dibawa kembali ke Jawa; ingin meninggal dan dimakamkan di Jawa.

Kedua misionaris itu bukan hanya melupakan negara, bangsa, budaya, dan bahasanya sendiri. Mereka telah melupakan dirinya sendiri.

Salam dan Tuhan memberkati.
MLKÇ, Rabu, 15 Maret 2023AlherwantaRenalam 074/23

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.