1 min dibaca
22 Jan
22Jan

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Bagi manusia menangis adalah pengalaman eksistensial. Siapa di antara pembaca belum pernah menangis?
Ada orang yang menangis karena amat bersukacita. Mendengarkan pelawak yang mengocok perut orang bisa tertawa hingga meneteskan air mata.

Ada pula yang menumpahkan air mata karena hatinya tersayat peristiwa duka; kematian. Jauh lebih tersayat tatkala yang pergi adalah sahabat dekat.

Pengalaman Daud waktu mendengar bahwa Saul dan anaknya, Yonatan mati di medan perang menggambarkan hal ini. Saul itu bagi Daud adalah orang dekat yang dia beri hormat. Tetapi dia juga jahat, karena ingin membunuhnya.

Yonatan adalah sahabat sejati bagi Daud. Persahabatan sejati sering digambarkan sebagai relasi antara Daud dan Yonatan.

Menghadapi kematian itu perasaan Daud sungguh diaduk-aduk. Kendati dia telah diperlakukan buruk oleh Saul, tetap saja Daud dapat dan mau melihat kebaikan dan kelebihan Saul di matanya.

"Saul dan Yonatan, orang-orang yang dicintai dan ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. Betapa gugur para pahlawan di tengah-tengah pertempuran!" (2 Sam 1: 23.25).

Tentang Yonatan Daud berkata,"Merasa susah aku karena engkau, saudaraku, Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan" (2 Sam 1: 26).

Daud menunjukkan hatinya yang sangat mulia. Dia lebih mengingat kebaikan dari pada kejahatan sesamanya. Tentang orang meninggal kita diajar untuk berbicara tentang kebaikannya; bukan sebaliknya. Masihkah ajaran ini relevan dan dipraktikkan?
"A friend who dies, it's something of you who dies" (Gustave Flaubert).

Sabtu, 22 Januari 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.