1 min dibaca
26 Jul
26Jul
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Tuhan menanamkan nafsu atau keinginan dalam diri manusia. Anugerah itu bersifat netral. Bisa berfungsi positif dan baik; bisa pula membawa hal negatif yang berakibat buruk. Itu tergantung pada cara mengendalikannya.

Nafsu bisa berkembang menjadi hawa nafsu, yakni kekuatan emosional yang intens untuk memperoleh, memiliki, atau menguasai sesuatu, seseorang, atau situasi. Dunia politik, misalnya, kerap diwarnai dengan nafsu merebut kekuasaan secara emosional.
Kekuatan emosional itu perlu dikendalikan dengan daya intelektual (akal budi) dan diterangi oleh hati nurani. Dengan demikian tidak menghancurkan, tetapi membangun.

Di tengah dunia yang menawarkan banyak hal menarik dan menggoda keinginan, orang perlu bijak mengendalikan diri. Mula-mula dalam hal-hal yang kecil. Jika orang gagal mengendalikan hawa nafsu akan hal yang kecil, bagaimana dapat menang terhadap yang besar.

Kuncinya terletak pada menguasai hati agar tidak menuruti keinginan yang tidak teratur. Hati demikian akan terus gelisah dan tidak tenteram.

"Ketenteraman hati yang sebenarnya tidaklah diperoleh dengan menuruti keinginan hawa nafsu, melainkan dengan menentang desakannya," demikian Thomas a Kempis menulis.

Selanjutnya, dia mengingatkan, "Oleh karena itu, ketenteraman hati tidaklah terdapat pada orang yang masih lekat pada kenikmatan daging, juga tidak pada mereka yang sangat mementingkan hal-hal lahiriah, melainkan pada mereka yang rajin dan bersemangat di dalam perkara-perkara rohani."

Manusia dibekali dengan kemampuan rohani. Apabila itu dikembangkan secara baik, niscaya akan dapat membantunya dalam mengendalikan hawa nafsu.

Salam dan Tuhan memberkati.
Rabu, 26 Juli 2023AlherwantaRenalam 203/23

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.