1 min dibaca
14 Jan
14Jan

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Sebagian besar doa berbentuk permohonan. Bila orang memohon yang baik untuk diri sendiri dan orang lain, hal yang baik akan diberikan kepada mereka. Tetapi bila orang mendoakan yang jelek untuk orang lain, hal jelek itu akan diberikan kepada orang yang mendoakannya itu.

Semua doa permohonan mengandung konsekuensi. Waktu memintanya orang kerap lupa akan konsekuensinya. Mengapa? Sebab orang hanya fokus pada permohonannya.

Bangsa Israel datang kepada Samuel untuk meminta seorang raja supaya memimpin mereka seperti raja dari bangsa tetangga (1 Sam 8: 6). Selama ini satu-satunya raja atau pemimpin mereka adalah Tuhan. Permintaan itu berarti menolak Tuhan sebagai raja mereka. Menarik, Tuhan mengabulkannya.

Apa konsekuensinya? Pertama, "Inilah yang menjadi hak raja yang akan memerintah kamu itu: anak-anakmu laki-laki akan diambilnya dan dipekerjakannya pada keretanya dan pada kudanya, dan mereka akan berlari di depan keretanya" (1 Sam 8: 11).

Kedua, "Anak-anakmu perempuan akan diambilnya sebagai juru campur rempah-rempah, juru masak dan juru makanan" (1 Sam 8: 13).

"Selanjutnya dari ladangmu, kebun anggurmu dan kebun zaitunmu akan diambilnya yang paling baik dan akan diberikannya kepada pegawai-pegawainya; dari gandummu dan hasil kebun anggurmu akan diambilnya sepersepuluh dan akan diberikannya kepada pegawai-pegawai istananya dan kepada pegawai-pegawainya yang lain" (1 Sam 8: 14-15).

Karena pelbagai konsekuensi lainnya yang menyusahkan bangsa Israel, mereka menyesal telah meminta raja. Waktu mereka mengeluh kepada Tuhan, tidak ada jawaban dari Tuhan (1 Sam 8: 18). Rasain lu! (Tuhan tentu tidak bilang begitu ya).

Memohon kepada Tuhan boleh-boleh saja. Minta apapun tidak dilarang juga. Namun ketika sudah dikabulkan, orang perlu siap menanggung konsekuensi dari doanya.

Jumat, 14 Januari 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.