1 min dibaca
22 Nov
22Nov
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Setiap pemimpin dituntut memiliki kemampuan "leadership" yang baik. Kepemimpinan itu lebih merupakan seni dan "skill" daripada kemampuan akademis. Oleh sebab itu, orang pandai belum tentu bisa menjadi pemimpin.

Baca juga puisi ini: Hening, Pusara Ketidakberdayaan Bersama Cianjur Halaman 1 - Kompasiana.com 

Ada syarat mendasar yang dituntut dari orang yang ingin menjadi atau dipilih sebagai pemimpin. Pertama, dia punya perhatian terhadap orang lain. Mereka yang hanya mengurus dirinya sendiri alias tak peduli orang lain sangat sulit menjadi pemimpin.

Kepedulian itu lahir bukan karena tuntutan organisasi, melainkan karena kasih yang melahirkan pelayanan yang tulus. Jiwa "tanpa pamrih" yang melengkapi kasih itu akan membuat pemimpin siap melayani semua. Dia bebas dari "vested interest."

Di samping itu, seorang pemimpin mesti memiliki ketersediaan ("availability"). Artinya, dia terbuka dan menyediakan diri bagi mereka yang dipimpinnya. Ini penuh tantangan. Ada yang masih ingat apa yang dilakukan Gubernur DKI yang setiap pagi menerima warga dan keluhannya di Balai Kota?

Dia sungguh memiliki "leadership availability" yang tinggi. Apa itu? Tingkat kemudahan untuk dilihat, didekati, dan diakses oleh mereka yang dipimpinnya. Itu menuntut sang pemimpin memiliki pengetahuan dan pengalaman yang luas, sehingga siap menghadapi segala keadaan lewat komunikasi dua arah. Bukan hanya berpidato lewat mimbar pesan satu arah.

Ada lagi bentuk "availability" yang lebih besar. Pemimpin yang atas inisiatifnya sendiri langsung mendatangi mereka yang dipimpin tentu memiliki "availability" tinggi. Presiden Jokowi yang langsung meninjau korban gempa di Cianjur menunjukkan secara amat kasat mata "availability" yang tinggi itu.

Dua pemimpin yang disebut di atas memang amat unik. Ketika diletakkan di depan pemimpin yang suka prihatin atau merangkai kata, tentu amat kontras "performance"-nya. Sayangnya, sebagian dari rakyat Indonesia belum mampu melihat keunikan mereka dan mensyukuri manfaatnya.

Untuk bisa memahami "leadership availablity" memang membutuhkan proses panjang. Pendidikan ikut memainkan peran dalam proses itu. Mereka yang sudah dapat memahaminya tidak hanya perlu bersyukur. Jauh lebih penting memiliki "availability" untuk mereka yang menjadi tanggung jawabnya. Orangtua "available" untuk anak-anaknya. Guru atau dosen "available" untuk murid atau mahasiswanya.

Salam dan Tuhan memberkati.
SOHK, Selasa 22 November 2022AlherwantaRenalam ke-229

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.