1 min dibaca
04 Mar
04Mar
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Banyak orang suka berpuasa. Bermacam-macam motivasi yang mendorong berpuasa. Tujuan berpuasapun beraneka ragam.

Sejumlah orang berpuasa saat menghadapi peristiwa penting seperti ujian, proses kenaikan pangkat, mencalonkan diri sebagai bupati, gubernur atau jabatan politik lain.

Kebanyakan motivasi di atas untuk kepentingan diri sendiri dan sifatnya duniawi. Sebaiknya puasa dilakukan untuk mengasah hidup rohani, terutama agar peka terhadap kehendak Tuhan dan kebutuhan sesama.

Itu tidak mudah. Contohnya adalah puasa yang dilakukan orang pada zaman nabi Yesaya. Waktu berpuasa mereka masih sibuk dengan kepentingan sendiri dan berbantah serta berkelahi (Yes 58: 4). Itu tidak berkenan kepada Tuhan.

Beginilah firman Tuhan, "Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri" (Yes 58: 6-7).

Di sana berpuasa itu dilepaskan dari kepentingan pribadi lalu diarahkan untuk kesejahteraan dan kebaikan sesama. Itulah dimensi sosial puasa.

Puasa itu bukan kesalehan beragama belaka. Kita sering mendengar Aksi Puasa Pembangunan (APP). Lewat program itu orang diajak untuk mempersembahkan sebagian dari miliknya untuk membantu sesama yang menderita. Itu menjadi bagian dari ungkapan tobat di masa puasa.

Sejauh mana aku telah memahami makna puasa? Apakah di tengah berpuasa aku siap berbagi dengan mereka yang miskin dan berkekurangan demi mewujudkan dimensi sosial puasa?

Jumat, 4 Maret 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.