Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Kitab Suci berbicara tentang kehidupan sehari-hari. Misalnya, tentang cinta kasih yang menjadi inti dan semangat dasar hidup manusia.
Oleh dan dalam kasih manusia diciptakan serta dengan kasih dia menjalani hidup. Akhirnya, orang akan diadili berdasarkan kasih. Sejauh mana dia telah mewujudkan kasih itu selama hidupnya?
Tidak mudah menjalani hidup semacam itu. Banyak tantangannya. Salah satunya adalah sikap iri hati.
Sikap ini menghalangi seseorang untuk menerima diri sendiri dan sesama apa adanya. Orang yang iri menempatkan dirinya sebagai inferior atau lebih rendah dari yang lain.
Hal itu bisa berkembang menjadi rasa tidak suka; bahkan benci. Lebih fatal lagi, berakhir dengan membunuh. Melenyapkan sesamanya yang tidak bersalah. Apa salahnya orang itu cantik, pandai, kaya, sukses dan lain-lain? Mengapa iri terhadapnya?
Saudara-saudara Yusup menampilkan sikap iri hati dan tindakan negatif yang mengikutinya (Kej 37: 3-4.12-3a.17b-28a). Mereka mau membunuh adiknya, karena iri hati.
Para pekerja di kebun anggur yang diserahi tugas menggarapnya melakukan hal serupa. Mereka membunuh para utusan dari sang pemilik kebun; bahkan membunuh anaknya pula (Mat 21: 33-43).
Kebanyakan manusia punya rasa iri hati. Ada yang disimpan dalam hati; ada yang tampak dalam tindakan sehari-hari. Mereka yang suka iri hati biasanya gagal secara wajar mencintai diri sendiri dan sesamanya. Itulah ciri khas iri hati.
Jumat, 18 Maret 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.