1 min dibaca
15 Oct
15Oct

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Bergaul dengan orang baik membentuk orang menjadi baik. Berkumpul dengan yang jahat dan buruk menjadikan orang buruk. "Ojo cedhak kebo gupak," kata orang Jawa.

Proses bergaul itu bisa langsung atau tidak langsung. Membaca buku, misalnya, membawa pembaca bergaul dengan penulis dan isi tulisannya. Yang orang baca bisa membentuk pribadinya.

Demikian yang terjadi dengan Teresa dari Avila, seorang kudus dari Spanyol. Pada saat dia berumur sekitar tujuh tahun orangtuanya memperkenalkannya pada tokoh-tokoh baik. Dia mendapat kesempatan membaca buku-buku tentang orang kudus.

Bacaan-bacaannya berpengaruh besar dalam pembentukan pribadinya. Bahkan amat memengaruhi visi dan cita-cita hidup. Dia ingin menjadi orang suci.

Melalui perjuangan hidup yang diwarnai pelbagai kesulitan fisik, psikologis, dan iman dia mencapai cita-cita itu. Dia sepenuhnya berserah kepada Tuhan. "Tuhan saja cukup," demikian ajarannya. Dia mengajarkan jalan kesempurnaan (Camino de Perfección).

Akhirnya, Gereja menyatakan dia sebagai orang kudus; bahkan pujangga Gereja. Artinya, seseorang yang ajaran-ajarannya benar dan menjadi acuan dalam menghayati iman.

Dunia kini dilimpahi dengan begitu banyak buku. Apakah para orangtua, khususnya dalam keluarga muda, memperkenalkan anak-anaknya pada buku yang baik? Apakah dalam masa pembentukan pribadi (di bawah tujuh tahun) anak-anak diperkenalkan pada pribadi manusia yang baik yang disajikan dalam buku?

Jika anak-anak dibiarkan terekspos pada "game" yang penuh kekerasan, jangan terkejut jika kelak mereka menjadi generasi yang tidak stabil dan suka pada kekerasan. Bergaul dengan tokoh jahat menjadikan pribadi mereka buruk dan jahat.

Jumat, 15 Oktober 2021 | Pesta Santa Teresa dari Avila | RP Albertus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.