2 min dibaca
Sakramen dan Kepasrahan Susi Prashetio

Suara Keheningan | Inosensius I. Sigaze

Siang hari dibalut sejuk suhu kotaku pada Rabu, 13 Januari 2021. Tiba-tiba terkejut oleh satu pesan yang masuk: „Romo, apakah romo bisa datang membawa Komuni kudus dan Minyak suci untuk bu Susi? Selanjutnya, saya langsung menelpon bu Anna dan mengatakan bahwa saya siap sekarang juga ke Frankfurt menemui bu Anna dan bersama-sama berangkat mengunjungi bu Susi di sebuah Hospital milik gereja Evangelis di Konstablerwache-Jerman. 

Bu Anna begitu kaget karena baru saja kembali dari bu Susi dan sekarang juga harus kembali ke sana. Tapi bu Anna tidak pernah berdalil ketika mendengar saya mau pergi sekarang ke bu Susi dan bu Anna tunggu saya di Höchst. 

Saya mempersiapkan Minyak suci dan Hosti Kudus selanjutnya berangkat dengan RB yang perjalanan langsung dari Mainz Kastel ke Höchst. Perjalanan setengah jam dan kami cuma dalam dua menit menunggu kereta berikutnya S2 ke arah Konstablerwache. 

Bu Anna bertanya mana lebih baik, dengan Strassenbahn atau berjalan kaki ke tempat Susi. Saya menjawab bu Anna: „Jalan kaki itu selalu lebih sehat.“ Kami pun berjalan ke sana dituntun bu Anna. Ketika memasuki ruangan bu Susi, terlihat bu Susi tidur pulas, namun terasa tidak bernyawa. 

Pada sisi kiri badannya masih ada banyak selang, entahlah apa namanya. Tampak sangat lemas dan tidak berdaya. Bu Anna mendekap pipinya, namun tidak bergerak. Bu Anna memanggil nama kesayangan „Sean“ Sean saya Anna“. Namun bu Susi sama sekali tidak bersuara. Saya pun mencoba memanggilnya: „Bu Susi, bu Susi“. Namun reaksi tidak ada bedanya, ia cuma diam dan kaku pada tempat tidurnya. Bu Anna mengangkat tangannya, terlihat tidak berdaya dan lemas. Saya dan bu Anna saling menatap lalu terdiam. 

Hati saya waktu itu sungguh bergulat: „Kalau dia tidak sadar, bagaimana saya bisa berikan sakramen ini“. Setahu saya, saya akan berikan sakramen ini hanya ketika orang masih sadar. Saya sungguh terdiam dan sekejap ada dalam dilema iman.“ Lalu saya dengan berani mengatakan kepada bu Anna: „Bu Anna siapkan meja!“ 

Bu Anna sudah membawa satu salib, kain putih dan satu lilin kecil dan korek api. Saya lagi-lagi terkejut, padahal saya sudah menyiapkan semua perlengkapan itu. Saya melihat sendiri, bu Anna mengeluarkan salib, kain dan lilin kecil yang dibungkusnya dengan kertas. 

Cuma dalam hati kecilku bergumam, diam-diam dan terharu: „Bu Anna, bu Anna betapa besar cintamu untuk sahabatmu Sean.“ Lalu tiba-tiba datanglah seorang perawat ke kamar bu Susi dan ia sangat senang bahwa kami berada di situ dan mau mendoakan bu Susi. Katanya: „Sehr gut“ (bagus sekali). 

Bu Anna lalu berusaha menyalakan lilin, namun entah kenapa, korek api itu tidak berfungsi dengan baik. Saya bilang bu Anna, „Pegang tas perlengkapan perminyakan, lalu saya yang menyalakan lilin itu“. Dan benar terjadi demikian. 

Bu Susi terlihat masih saja kaku pada tempat tidurnya. Suasana hening, cuma terdengar suara doa kami berdua. Saya bilang: „bu Anna, sekarang kita berdoa“. Saya menyiapkan Stola, buku doa, Minyak suci dan Hosti kudus pada sebuah meja yang telah disiapkan bu Anna. 

Kami mulai berdoa meskipun bu Susi terdiam kaku pada tempatnya. Pertama saya memercikan air suci, kami melihat dia terkejut dan matanya bergerak. Selanjutnya, tibalah pada saat saya harus mengoleskan minyak suci pada dahi dan tangannya. Saya mengajak bu Anna: „Bu Anna, silahkan buka telapak tangannya.“ Bu Anna melakukan itu tanpa ada pertanyaan. Kami melakukan itu dengan tenang. 

Perlahan-lahan bu Susi membuka matanya. Tiba pada kesempatan Komuni kudus, bu Anna membantu membuka mulutnya, namun masih terasa kaku dan terlalu susah untuk membuka mulutnya. Bu Anna lalu mengatakan kepada saya, „Romo, mungkin cuma sepotong Hosti saja“. Saya memecahkan Hosti kudus itu. Sepotong kecil Hosti kudus yang dimasukan ke mulut bu Susi waktu itu. 

Perlahan-lahan ia membuka mulutnya. Tidak sampai satu menit, bu Susi bisik kepada saya cuma satu kata: „stress.“ Saya bertanya ulang: „Bu Susi bilang apa?“ Katanya lagi „Stress.“ Saya lalu mengatakan: „Bu Susi, Tuhan Yesus datang dan tinggal bersamamu.“ Dia lalu menutup mata dan tertidur sebentar. 

Kami melanjutkan doa 10 kali Salam Maria dan doa Kemuliaan kepada Bapa, dan Putera dan Roh Kudus  memohon bantuan sang Bunda Maria dan memuji keagungan Tuhan. Kemudian kami berdoa memohon berkat dengan kepasrahan total. Tidak lama setelah itu, bu Anna mengajak bu Susi berbicara. 

Pertanyaan pertama bu Susi adalah: Saya di mana?, kita di mana? Bu Anna menjawab dengan lembut: „Kita di tempatmu Sean.“ Lalu, kesadarannya mulai pulih. Dia bertanya lagi: Romo Ino di mana? Bu Anna menjawab: „ Sean, Romo Ino bawa Komunio dan beri perminyakan untuk Sean. Sean sudah menerima Tuhan Yesus. Itu di sebelahmu Romo Ino.“ Bu Susi menengok ke arahku lalu tersenyum meski terlihat masih lemas. 

Bu Anna bertanya, Sean apakah tempat tidur terlalu tinggi, mungkin lehernya sakit. Bu Anna berusaha menurunkan kembali tempat tidurnya dan mengatur kembali selang-selang yang kata bu Anna itu pekerjaan sehari-harinya dulu. Padahal hati kecilku cemas. 

Tidak lama kemudian bu Susi melihat lagi ke arahku dan kami berjabatan tangan. Ia memegang erat tanganku sambil tersenyum. Oleh karena beberapa menit ia memegang tanganku, saya minta bu Anna supaya foto kami berdua. Pada saat itu bu Susi tersenyum lebar dan riang, berlimpah sukacita. Saya tanya bu Susi: Bu Susi sekarang bahagia? Jawabnya, „Ja, sambil tersenyum lagi.“ Bu Susi minta supaya foto bertiga. Saya berusaha untuk itu dengan Handynya bu Anna kami ber-selfie bersama. 

Keduanya mulai bercerita. Dan bu Anna bercerita tentang bagaimana menggunakan program telegram sebagai ganti whatsapps nantinya. Bu Anna meminta saya untuk menginstal program itu. Lalu disosialisasikan juga kepada bu Susi. Akhirnya bu Susi juga menyerahkan Handya agar saya juga bisa menginstal telegram pada Handynya. Saya melakukan itu dan mengajarnya bagaimana menggunakan itu semua. 

Sekarang, saya coba menggunakan Handy bu Anna menyapa bu Susi, „Hai Sean, apa kabar“? Bu Susi, spontan, „Anna, kamu kirim pesan ke saya ya?“ Saya tersenyum, tapi sebenarnya saya bersyukur karena sekarang saya tahu bahwa pikiran bu Susi kembali berfungsi dengan normal. 

Pada akhir perjumpaan itu, bu Susi mengatakan bahwa ia lapar. Bu Anna menjelaskan terkait lapar dan obat-obatannya. Pada akhirnya, kami melihat bu Susi sedang mengangkat Handy, entah apa yang dilihatnya. Hal yang pasti bahwa bu Susi punya tenaga untuk mengangkat Handynya dan punya kesadaran utuh sebagai manusia. 

Terima kasih Tuhan, terima kasih bu Anna, terima kasih bu Susi. Peristiwa itu sungguh menguatkan panggilan dan iman saya. 

Cerita ini benar-benar nyata dan tidak bermaksud apa-apa, selain mau meyakinkan kita bahwa Sakramen Gereja memiliki daya yang luar biasa dahsyat mengubah hidup manusia. Hosti kudus itu adalah daya hidup yang mengendalikan semua fungsi tubuh manusia. Minyak suci dan Hosti kudus itu telah terbukti memberi kekuatan, energi kehidupan dan kesadaran. 

Manusia hidup bukan dari obat saja, tetapi dari iman, Sabda, doa, sakramen, imam dan umat yang percaya. 

Penulis: Romo Ino, OCarm | Mainz, 14 Januari 2021.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.