2 min dibaca
Mungkinkah 3 Ritus Penting pada Tri Hari Suci Diabaikan?

Cerita tentang Paskah tahun 2021 merupakan cerita istimewa yang mungkin akan dikenang secara khusus umat Kristiani sepanjang masa. Tentu, menurut penulis ada 2 alasan, mengapa Paskah 2021 menjadi istimewa: 

1. Paskah yang diperkenankan untuk dirayakan secara langsung

Keistimewaan ini punya alasan karena pada Paskah tahun lalu, umat Kristiani tidak diperkenankan untuk merayakannya secara bersama dengan umat kecuali secara virtual. 

Tahun ini, sekurang-kurangnya yang saya tahu di Jerman misalnya, Paskah diizinkan untuk dirayakan secara langsung bersama dengan umat. Meskipun demikian, konsep tentang Protokoll kesehatan tetap berlaku dan beberapa kebijakan khusus lainnya harus tetap diterapkan seperti pembatasan jumlah orang dalam suatu ruang, larangan untuk menyanyi, duduk atau berdiri harus dengan jarak tertentu, selalu menggunakan masker selama di dalam gereja. 

Beberapa persyaratan itu tampak merepotkan, namun bagi kebanyakan umat Kristiani di Jerman, adalah lebih baik seperti itu, daripada tanpa diberikan perizinan untuk merayakan langsung Paskah seperti pada tahun 2020 lalu. Suasana kebangkitan Kristus akan dirayakan, tentu dengan suasana dan cara yang berbeda.

2. Desain acara Tri Hari Suci dirancang sedikit lebih sederhana sambil mempertimbangkan aspek solidaritas 

Desain perayaan Tri hari Suci dirancang menjadi lebih sederhana dengan memperhatikan aspek solidaritas dan kemanusiaan. Demikian Tri Hari Suci dan Tiga Peniadaan Ritusnya:

1. Desain Acara Kamis Putih tanpa Pembasuhan Kaki

Pada hari ini, semestinya ada Ritus pembasuhan kaki. Ritus ini mengenang Yesus membaptis kaki para murid-Nya untuk menandai kerendahan hati dan kelemahlembutan-Nya dalam melayani. Ia Mahapengasih, mengasihi semua termasuk Yudas yang akan menyangkal-Nya. 

Perayaan Kamis Putih dirayakan secara sederhana tanpa Ritus itu, karena Ritus pembasuhan kaki itu, pemimpin perayaan harus berhubungan dengan orang lain dan air untuk membasuh kaki. Oleh karena pertimbangan kesehatan, maka Ritus ini kami tiadakan. Sebagai ganti, kami menyiapkan waktu hening pada saat itu. Ketiadaan Ritus bukan berarti Ketiadaan pesan. Pesan dari tiadanya Ritus pembasuhan kaki tetap sama yakni bahwa Yesus memberikan diri-Nya secara total. Tentu pesan seperti ini bisa dilihat secara berbeda dengan rumusan yang berbeda pula, kalau dikaitkan dengan konteks kehidupan yang lebih aktual seperti saat ini, situasi pandemi.  Solidaritas dalam rupa penyerahan diri yang total itu, tentu lahir dari hati yang hening. 

Momen penting pada Kamis Putih ini berkaitan erat dengan hari perjamuan akhir yang diadakan Yesus bersama para murid-Nya, yang diwariskan hingga sekarang melalui kata-kata ini: "Lakukan ini untuk mengenangkan daku." 

Menariknya bahwa biasanya pada hari Kamis Putih, ada suatu perjamuan makan bersama, yang disiapkan makanan yang khusus dan pasti enak di komunitas. Namun, pertemuan bersama kami akhirnya menjadi sedikit berbeda karena tekanan refleksi  solidaritas dengan umat manusia yang tidak punya makanan, tidak punya rumah, bahkan tidak bisa berkumpul bersama keluarga karena harus isolasi mandiri, ya bahkan bisa saja tanpa makanan yang cukup. 

Ritus dan kebiasaan kami ubah dengan aksen pesan solidaritas nyata. Kami memberikan aksi solidaritas secara konkret berupa uang untuk disumbangan kepada para pengungsi, dan orang lain yang tidak punya cukup makanan dan hidup dari meminta-minta. Aksi seperti itu, bahkan dilakukan secara teratur kepada orang-orang susah di Kamerun.

Solidaritas adalah pesan kunci yang kami refleksikan pada momen perjamuan persaudaraan Yesus dan murid-murid-Nya pada hari ini. Dari sisi ini, sebenarnya situasi Covid-19 telah juga membuka mata kami untuk melihat dunia dan kehidupan dunia ini secara baru, di mana solidaritas universal memang sangat dibutuhkan dan begitu penting saat ini. Setiap hari selalu saja ada orang yang kehilangan pekerjaan datang meminta ukuran tangan solidaritas. Ya, sukacita perjamuan mesti juga bisa diarahkan kepada "orang lain" yakni,  mereka yang lapar, sakit, stress, dan lain sebagainya.

2. Desain Acara Jumat Agung tanpa Cium Salib

Mau baca selanjutnya, klik di sini: Mungkinkah 3 Ritus Penting pada Tri Hari Suci Diabaikan? Halaman 1 - Kompasiana.com 

Suara Keheningan | Ino Sigaze

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.