3 min dibaca
Kesehatan Perempuan di Desa Tertinggal, Haruskah juga Tertinggal?

Suara Keheningan | Ino Sigaze

Jika perempuan di desa-desa tertinggal itu sehat, maka keluarga mereka juga akan sehat.

Kesehatan perempuan merupakan tema penting yang perlu lebih serius dipikirkan bangsa Indonesia. Memang harus diakui bahwa kesehatan perempuan di kota-kota besar yang memiliki akses pelayanan kesehatan lebih mudah dan dekat menjadi berbeda ketika dibandingkan dengan kesehatan perempuan di desa-desa terpencil misalnya.

 Saya mengangkat tema ini, karena sejauh penglihatan fakta di lapangan selama tiga bulan waktu liburan Juni-Agustus 2019 lalu, ternyata jangankan kesehatan perempuan, kesehatan umumnya saja sudah mengalami banyak kendala. Benar juga sih, tema kesehatan perempuan itu tidak harus selalu merupakan tanggung jawab pribadi, tetapi juga tidak salah juga, seandainya ada program pemerintah yang merata sampai ke pelosok desa-desa tertinggal dengan fokus program kesehatan perempuan.


Alasan mengapa kesehatan perempuan di desa itu penting diperhatikan bukan hanya pribadi, tetapi juga pemerintah adalah:1. Umumnya perempuan di desa-desa tertinggal itu minim wawasan tentang kesehatan perempuan. Mengapa terjadi demikian, tentu ada hubungannya dengan pendidikan mereka. Apalagi pendidikan tentang seks bagi sebagian orang desa itu masih dianggap tabu. Wawasan yang minim bisa memicu secara otomatis kesadaran mereka sendiri untuk merawat diri mereka sebagai perempuan.

2. Perempuan desa adalah juga perempuan Indonesia

Ini soal martabat perempuan yang mesti diperhatikan, tanpa harus memilah-milah dari mana atau pendidikannya apa. Sangat disayangkan tentunya, perhatian kesehatan perempuan Indonesia belum dilakukan secara maksimal dan merata sampai ke desa-desa.  Contoh praktisnya bahwa hampir tidak pernah terdengar ada penyuluhan kesehatan perempuan dari tenaga medis atau para dokter ahli yang memiliki kualifikasi khusus tentang perempuan. Dampaknya, bisa sangat jelas terlihat, jarak anak tidak bisa diatur dengan baik, dan semuanya berdampak lagi pada kesehatan ibu. Bukankah kesadaran tentang mengatur jarak anak juga penting untuk kesehatan perempuan?  

Gagasan tentang perempuan desa adalah juga perempuan Indonesia mesti menjadi pertimbangan pemerintah dalam rangka pemerataan perhatian terhadap kesehatan perempuan khususnya di desa-desa tertinggal. Sebutan desa tertinggal akhirnya nyaman saja karena ternyata tidak bisa mengubah kesehatan perempuan di desa-desa. Desa tertinggal mestinya mampu menyedot perhatian lebih agar tidak lagi tertinggal dalam semua bidang, termasuk kesehatan perempuan. 

Anehnya, istilah "desa Tertinggal" itu masih saja disebut hingga sekarang. Tentu, bisa saja bahwa realitas ketertinggalan itu belum berakhir hingga sekarang. Nah, coba bayangkan kesehatan perempuan di desa-desa tertinggal. 

3. Keadilan dan pembelaan perempuan

Tema kesehatan perempuan mestinya tidak begitu saja disepelekan atau hanya sekedar bicara tentang kesehatan perempuan dengan wawasan yang maju dan modern seperti di kota-kota besar di Indonesia. Betapa sangat tertinggal perempuan desa dalam banyak hal, teristimewa terkait kesehatan mereka. 

Tokoh perempuan siapakah yang pernah bicara tentang ketertinggalan perhatian kesehatan perempuan di desa-desa tertinggal. Saya yakin belum ada yang mengarahkan perhatiannya untuk mengubah cerita kesehatan perempuan khususnya di desa-desa tertinggal.

Siapakah yang harus memberikan contoh jadi perempuan sehat untuk mereka? Ibunya gubernur, ibunya bupati, ibunya camat atau ibunya kepala desa? Masih jarang dan benar-benar jarang kaum perempuan sendiri bicara tentang kesehatan mereka sendiri. Padahal, mestinya mereka punya peluang dan pengaruh sebagai ibu pejabat, yang bisa menggerakkan perempuan lainnya.

Nah, rupanya kendala yang sama adalah kesadaran dan wawasan tentang kesehatan perempuan belum menjadi tema yang dianggap penting di masyarakat kita. Di manakah keadilan kalau kaum perempuan itu, jika ibu-ibu dharma wanita berseragam rapi terkesan sehat-sehat, gemuk-gemuk, sementara perempuan di desa-desa kurus dan sakit-sakitan?  

Oleh karena itu, saya pikir penting 5 hal ini agar kesehatan perempuan di desa-desa tertinggal bisa ditingkatkan:

1. Sorotan perhatian program desa tertinggal tidak hanya diarahkan kepada pembangunan infrastruktur desa, tetapi juga perlu ada program-program penyuluhan tentang kesehatan perempuan di desa-desa tertinggal.

2. Desa-desa tertinggal perlu disiapkan fasilitas pelayanan kesehatan umumnya dan pelayanan kesehatan perempuan khususnya.

3. Perlu juga ada inisiatif dari tokoh-tokoh perempuan yang peduli pada kesehatan lahir batin kaum perempuan dalam kaitan dengan pelayanan kesehatan dan pencerahan wawasan hidup sebagai perempuan di desa-desa tertinggal.

4. Perempuan di desa-desa tertinggal perlu dilibatkan dalam urusan seni dan kreativitas dan belajar hidup sehat.

5. Perlu adanya hari senam kesegaran jasmani (SKJ) secara massal bagi perempuan desa

Perempuan sehat berpotensi pada keluarga yang sehat

Dari latar belakang pengamatan pribadi kebiasaan perempuan desa, muncullah pikiran seperti ini, "Jika perempuan sehat, maka itu sudah merupakan modal untuk keluarga yang sehat." Mengapa? Bayangkan sederhana saja, umumnya di desa yang mengurus masakan di dapur umumnya adalah kaum perempuan atau kaum ibu, nah, jika mereka sendiri tidak sehat, maka penyakit yang sama bisa saja tertular kepada seluruh anggota keluarga.

Ini hanya contoh kecil dari sekian banyak tantangan lain yang ada di desa-desa tertinggal terkait tema kesehatan perempuan. Bahkan sangat disayangkan bahwa perempuan yang terkena TBC pun tidak dianggap berbahaya, hanya karena tidak tahu bahwa sudah mengidap TBC. Mereka tetap hidup bersama, nyaman-nyaman saja.  

Demikian beberapa catatan terkait tema kesehatan perempuan di desa-desa tertinggal. Desa-desa tertinggal memang sedang diusahakan untuk keluar dari ketertinggalannya, namun kesehatan perempuan itu tidak bisa ditunda atau dibiarkan tetap tertinggal.

Salam berbagi, ino,19.04.2021

Kesehatan Perempuan di Desa Tertinggal, Haruskah Juga Tertinggal? Halaman 3 - Kompasiana.com 

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.