3 min dibaca
Ada 5 Alasan Mengapa Orang Takut dengan Perubahan Warna

Suara Keheningan | RP. Inosensius I. Sigaze, O.Carm

Jika perubahan itu untuk semua dan membangkitkan gairah solidaritas kita sebagai anak-anak bangsa untuk kemajuan bersama, maka mengapa kita takut?

Belakangan ini jagat media sosial di Indonesia heboh karena perubahan warna pesawat kepresidenan dan helikopter yang biasa digunakan oleh Presiden Jokowi.Kehebohan itu muncul karena perbedaan pendapat terkait perubahan warna. Tentu setiap orang yang menyampaikan kritik ataupun tanggapannya selalu punya alasan sesuai dengan latar belakang pemahamannya sendiri.

Nah, saya akhirnya juga tertarik untuk membahas hal itu, namun tidak dalam kaitan dengan perubahan warna pesawat kepresidenan yang cenderung mencuat dengan dimensi politisnya, tetapi lebih kepada kenapa sih orang takut jika ada perubahan warna.

Barangkali ulasan ini bisa membantu kita untuk memahami posisi warna dalam ruang kehidupan manusia. Warna bisa berbeda arti tergantung pada konteks apa dan ada di mana. Konteks ruang dan waktu warna itu dilihat dapat mempengaruhi perspektif seseorang maupun perspektif publik. 

Karena itu fenomena perubahan warna bisa saja menjadi fenomena menarik untuk diselidiki.Pertanyaannya adalah mengapa orang kok pada takut dengan perubahan warna, kenapa sih? Ada 5 alasan mengapa orang takut pada perubahan warna:

1. Warna itu erat hubungannya dengan identitas

Sadar atau tidak hubungan antara warna dan identitas sudah pasti sangat erat. Memang sih, umumnya bukan warna yang diciptakan lebih dulu, tetapi ketika menemukan sesuatu, seseorang menginginkan hal yang paten sebagai yang khas. Sesuatu yang paten dan khas itulah identitas dalam pemahaman yang paling sederhana dalam kehidupan sehari-hari. 

Umumnya bahwa untuk mendukung kejelasan identitas itu seseorang membutuhkan warna tertentu.Warna akhirnya melekat erat dengan identitas, bahkan bisa dikatakan menyatu dengan identitas. Sebegitu erat nya warna dan identitas akhirnya hampir tidak bisa dibedakan lagi mana yang merupakan lapisan warna yang membungkus identitas dan mana yang merupakan isi atau tubuh dari identitas itu sendiri.

Oleh karena itu, bisa dipahami bahwa bagi sebagian orang, mereka takut dengan perubahan warna. Hal ini karena perubahan warna dianggapnya sebagai perubahan identitas. Benarkah demikian?

2. Warna itu simbol dari kabaruan

Warna sebagai simbol dari kebaruan itu, sebetulnya tidak saya pahami di tempat lain atau waktu sebelumnya, selain kebetulan sedang karantina di Jakarta.Saya pahami warna sebagai simbol dari kebaruan itu dari fenomena alam yang saya jumpai setiap sore melalui rona senja di barat. Setiap sore sejak pukul 16.30 saya selalu menunggu datang nya senja.

Hampir seminggu saya mendokumentasikan senja sewaktu saya di Jakarta; dan ternyata senja itu selalu berbeda dari hari ke hari. Sejujurnya saya punya kerinduan melihat senja yang selalu baru dan saya pun menerima itu dengan ikhlas dan senang.Mengapa saya suka dengan warna yang berbeda?

Sebenarnya manusia ini adalah makhluk bosan. Kalau setiap hari hanya ada hal yang sama, maka bosan itu menghampiri tanpa ampun.Makanan dengan menu yang sama-sama saja, lalu orang bilang bosan, pakaian dengan warna yang sama-sama juga dibilang bosan, berpose dengan gaya yang sama-sama dibilang juga bosan; menulis sesuatu dengan gaya yang sama-sama juga terkesan membosankan dan masih sederetan cerita kebosanan manusia.

Jadi, sebenarnya dari perspektif tertentu, perubahan warna itu adalah cara untuk mengatasi kebosanan karena menghadirkan sesuatu yang baru. Mengapa orang takut jika ada perubahan warna?

3. Warna berubah itu simbol dari dinamika dan perubahan

Perubahan warna sebagai simbol dari dinamika dan perubahan mungkin belum banyak dibahas, namun kenyataan itu ditemukan dalam budaya Indonesia juga. Sebagai contoh saja, dalam konteks budaya orang Maumere di Flores. Jika salah satu anggota keluarga mereka meninggal dunia, maka mereka semua pada hari itu juga mengenakan baju berwarna hitam.

Warna hitam diartikan sebagai warna duka atau perkabungan. Warna itu dikenakan dalam hitungan tertentu sebelum boleh mengenakan lagi warna yang lainnya.Sesuatu yang pasti bahwa perubahan warna itu ada dan diterima karena mengungkapkan perubahan suasana hati mereka. 

Hidup itu tidak hanya larut dalam kedukaan, tetapi sukacita dan kegembiraan juga merupakan bagian yang bisa dinikmati manusia.Jadi, sangat wajar jika pada waktu orang mengenakan warna tertentu sesuai konteksnya pada waktu itu, lalu pada waktu yang lain orang mengenakan warna yang lain lagi.

Nah, kalau begitu apa artinya terkait fenomena bahwa orang takut jika ada perubahan warna? Ehm...mungkin juga ada misteri batuk ehm nya di sana. Saya tidak tahu, tapi bisa saja reaksi itu muncul karena berkaitan dengan status quo. Ya, masih begitu banyak orang yang tidak bisa menerima perubahan dan tidak mau berubah. 

4. Warna itu berkaitan dengan penyesuaian simbol umum

Terkait dengan pemahaman point warna yang berhubungan dengan penyesuaian simbol umum, saya ingat kembali pengalaman saya pada tahun 2014 ketika dalam suatu kegiatan di Raja Ampat, Papua Barat.Raja Ampat adalah kabupaten baru yang diberi nama kabupaten bahari. Apa artinya kabupaten bahari? Kabupaten bahari itu berkaitan erat dengan kelautan dan kehidupan mereka yang tergantung pada laut.

Entah ide itu datang dari mana saya tidak tahu, namun yang nyata ada di sana adalah bahwa semua rumah penduduk dan perkantoran memiliki warna atap yang sama yakni warna biru laut. Tanpa penjelasan tentang mengapa semua rumah dan perkantoran harus berwarna biru laut, otomatis orang mengerti karena kabupaten itu adalah kabupaten bahari. 

Terlihat jelas sekali bahwa  di sana terjadi proses penyesuaian besar-besaran kepada identitas kabupaten itu sendiri. Rumah-rumah pribadi perlu menyesuaikan diri dengan identitas umum kabupaten itu. Tidak ada protes di sana karena semua memahami perubahan itu terjadi karena untuk keselarasan dengan identitas umum yang lebih besar, bukan kepentingan sekelompok orang. Mengapa takut jika ada perubahan warna? Jangan egois dong!

5. Warna itu berkaitan dengan tekad dan niat  hati

Warna sebagai simbol tekad dan niat hati seseorang itu dipahami tidak terlepas dari konteks pendidikan di negeri ini. Sekurang-kurangnya pada masa pendidikan Sekolah Dasar dijelaskan tentang warna bendera kita dan apa artinya. Memang terlihat sederhana, bahkan gampang dipelajari dan diingat sampai saat ini tentang warna merah artinya berani dan warna putih artinya suci.

Keberanian dan kesucian bagi saya itu pelajaran SD yang tetap melekat hingga saat ini. Sebagai orang Indonesia, saya berani menunjukkan diri saya sebagai orang Indonesia di Jerman misalnya. Ya saya lakukan itu dengan niat suci dan tulus. Saya bisa bercerita tentang keberanian anak-anak Indonesia untuk hidup bersama dalam konteks pluralitas. 

Di sana ada kerukunan, damai dan saling penerimaan.Persahabatan dan pergaulan kami tulus dan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Itulah bekal kecil yang masih tersisa dari pelajaran masa kecil tentang arti merah-putih. Keberanian dan kesucian niat anak-anak Indonesia saat ini memang perlu dikobarkan lagi, bukan karena apa-apa, tetapi lebih agar kita semua berani punya sikap solider dengan semua tanpa perlu bedakan warna kulit dan lain sebagainya. 

Keberanian yang kita miliki mesti jujur dan tulus atau suci, tanpa embel-embel kepentingan tertentu. Oleh karena itulah, saya pikir betapa berartinya pemahaman terkait warna dan simbol-simbol dalam kehidupan berbangsa, maupun dalam kehidupan sehari-hari. 

Demikian 5 alasan mengapa orang takut pada perubahan warna atau mengapa perlu ada perubahan warna. Identitas, kebaruan, dinamika dan perubahan, penyesuaian dengan kepentingan yang lebih besar serta keberanian dan kesucian niat memang sudah saatnya diangkat ke permukaan refleksi seluruh rakyat Indonesia saat ini. Kemajuan bangsa ini selalu punya kaitannya dengan kemajuan cara pandang anak bangsa tentang identitas, kebaruan, penyesuaian diri serta keberanian dan kesucian wawasan anak bangsa  sendiri yang tidak hilang meski ada dalam suatu dinamika zaman.

Salam berbagi, ino, 7.08.2021.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.