4 min dibaca
Ada 3 Alasan Setop Bercerita tentang Buku Kesukaan Masa Kecil

Suara Keheningan | Ino Sigaze

Baca Artikel asilinya di sini: Ada 3 Alasan Setop Bercerita tentang Buku Kesukaan Masa Kecil Halaman 1 - Kompasiana.com 

Bukan saja mengenang buku kesukaan pada masa kecil, tetapi mencari cara bagaimana mendidik anak-anak zaman sekarang bisa menulis buku sejak dari masa kecil.

Beberapa hari ini saya membaca beberapa tulisan terkait tema buku kesayangan masa anak-anak. Namun, saya belum melihat tulisan yang membahas tentang anak-anak belajar menulis buku.

Spontan saya punya ide untuk membahas itu dari latar belakang beberapa perjumpaan pribadi saya dengan anak-anak. Pertanyaan yang menggelitik adalah mengapa kita hanya melihat pengalaman kesenangan masa lalu kita tanpa berpikir bagaimana mengubah masa lalu kita?

Masa lalu kita diwarnai dengan hal yang sama bahwa kita punya buku kesukaan. Namun, kita harus tahu bahwa masa lalu kita adalah masa lalu yang jauh dari kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dalam semua bidangnya. 

Saya akhirnya yakin bahwa sebenarnya sudah tidak cukup kalau kita hanya menceritakan isi buku kesukaan masa lalu dan pesan-pesannya, tetapi lebih dari itu ada hal yang mesti kita pikirkan sebagai orang Indonesia atau penulis Indonesia adalah bagaimana kita membimbing anak-anak kecil agar punya karya sejak kecil.

Ya, mengapa kita tidak membimbing anak-anak kita menulis buku? Nah, rupanya sebagian besar penulis termasuk saya yang masih pemula ini masih terlalu gampang mengikuti arus umum yang mengalir tanpa sisa-sisa refleksi yang kritis. 

Sederhananya bahwa jika generasi kita adalah generasi yang punya buku kesukaan pada masa kecil, apakah tidak mungkin generasi anak-anak sekarang dibimbing bukan saja soal mereka punya buku kesukaan, tetapi bisa menghasilkan buku kesukaan.

Logikanya akan berubah, kita tidak hanya berpaling kepada masa lalu untuk menceritakannya kembali, tetapi kita berusaha mengubah masa lalu. Kesukaan masa lalu sebagai anak-anak diubah ke masa sekarang, dengan bimbingan untuk anak-anak agar mereka menyukai tulisan.

Ya, orang dewasa atau orang tua yang dulu pada masa anak-anak suka membaca buku perlu berani melakukan terobosan baru untuk anak-anak sekarang agar mereka bisa gemar membaca dan menulis, sehingga karya mereka bisa menjadi buku kesukaan orang dewasa pada saat sekarang.

Mengapa perlu mengubah cara pandang dari suka buku pada masa anak-anak ke menghasilkan buku anak-anak dari anak-anak? Ada 3 alasan berikut ini:

1. Anak-anak zaman sekarang lebih mudah menguasai banyak bahasa asing 

Saya menjadi sadar dengan globalisasi dunia kehidupan anak-anak sekarang berawal dari perjumpaan saya dengan Cathlyn, seorang anak berusia 3 tahun. Ibunya berasal dari Kalimantan, sedang ayahnya dari campuran Cina-Belanda. Mereka tinggal di Jerman.

Suatu hari saya diundang ke rumah makan punya mereka di Weinheim. Kami duduk bercerita dengan ibunya Cahtlyn. Tiba-tiba Cahtlyn datang membawa air. Demikian pula ketika setelah selesai makan, Cahtlyn tanpa diminta maminya, ia membawakan kepada saya Nachtisch, makanan penutup.

Saya tidak pernah menemukan pengalaman berjumpa anak kecil seperti itu. Bukan cuma itu lho, Cahtlyn punya kehebatan lainnya yang bagi saya luar biasa hingga menyeret saya untuk berpikir terus-menerus, mengapa bisa seperti itu.

Cahtlyn yang berusia 3 tahun itu bisa berbicara 5 bahasa: bahasa Inggris, Jerman, Indonesia, dan dua bahasa China. Bagaimana anak-anak bisa punya kemampuan seperti itu?
Tentu Cahtlyn anak jenius dan beruntung karena hidup bersama keluarga yang bisa berbicara 5 bahasa itu. Nah, globalisasi saat ini merupakan kenyataan yang telah menyatu dengan dunia kehidupan anak-anak, bahkan kita tidak bisa sembunyikan atau pisahkan lagi.

Program online sudah memungkinkan anak-anak bisa belajar bahasa sesuka hati mereka, tentu akan lebih baik dengan melalui bimbingan guru atau orang tua. Saya melihat ini sebagai peluang dan juga tantangan bagi orang tua. Jika orang tua tidak bisa mendampingi mereka, maka sebetulnya guru-guru itulah yang mesti mendampingi mereka. Pendidikan dengan visi go international rupanya sudah tidak perlu tunggu lama-lama lagi.

Nah, bukan cuma soal mereka harus belajar bahasa, tetapi pengalaman anak-anak generasi sekarang belajar dan bergaul dengan segala perkembangan teknologi ini sebenarnya adalah potensi untuk menghasilkan sebuah buku.

2. Anak-anak zaman sekarang umumnya punya daya kreativitas yang tinggi

Saya yakin tidak semua orang tua bisa lebih hebat dari anak-anak dalam hal penguasaan teknologi komunikasi. Kalau benar kenyataannya demikian, mengapa orang tua tidak punya cita-cita untuk belajar baca buku anak-anak atau sama-sama belajar lagi sambil membimbing anak-anak kepada nilai-nilai yang positif dan baik untuk kehidupan.

Kemampuan lebih anak-anak zaman sekarang harus tetap diarahkan dengan sadar. Kemampuan lebih itu sangat mungkin adalah potensi yang sangat sensitif untuk sesuatu yang baik kalau diarahkan untuk hal yang baik.

Sebuah eksperimen kecil pada tahun 2019. Anak-anak usia remaja diminta menulis puisi dan ternyata mereka sanggup sekali menulis puisi dengan indah dan punya pesan yang bagus.

Puisi-puisi itu pernah diseleksi, kemudian mereka diberikan kesempatan bukan saja berhenti menulis, tetapi mengubah tulisan mereka hingga menjadi sebuah nyanyian dengan lirik hasil kreasi anak-anak zaman sekarang.

Tidak terbayangkan bahwa anak-anak kampung itu punya kemampuan luar biasa dengan warna suara asli yang khas. Proses rekaman dan pengambilan gambar serta pengeditan berjalan lancar.

Dalam waktu kurang lebih empat bulan, proses perekaman dan pengeditan semua selesai dan saya berangkat ke Jakarta untuk memperbanyak CD lagu-lagu rohani.  

Saya masih ingat, pada waktu itu total biaya termasuk perjalanan sebesar 50 juta. Namun, setelahnya saya kira tidak sampai setahun keuntungan berlimpah kurang lebih mencapai 350 juta.

Sayang sekali bahwa pada waktu itu, saya belum pernah punya ide untuk menulis semua itu, andaikan ide awal dan semua proses, suka duka itu ditulis, maka sudah pasti akan menjadi sebuah buku. Ya, buku tentang anak-anak kampung berkreasi untuk hidup. Inilah gagasan yang datang terlambat, tetapi saya percaya belum terlambat untuk para guru dan orang tua zaman sekarang.

Segala kemungkinan untuk uji coba terbuka di depan mata kita semua. Kalau sang ibunya adalah seorang penulis, kenapa dia tidak tahu membimbing anaknya untuk menulis dan menjadi penulis buku? 

Aneh bukan? Kalau sang ayah adalah penulis, mengapa ia tidak bisa mengajarkan cara-cara sederhana bagaimana menulis buku kepada anak-anaknya? Kalau seorang guru adalah juga seorang penulis, bagaimana ia tidak bisa mengajarkan murid-muridnya menjadi penulis?

3. Kemampuan adaptasi anak-anak zaman sekarang sangat tinggi

Tidak bisa dibayangkan bagaimana perkembangan dan kemajuan teknologi ini memengaruhi anak-anak. Anak-anak yang masih balita belum bisa membaca, namun sudah bisa mengirimkan pesan suara.

Belum bisa menulis, namun sudah bisa menyanyi. Bahkan sudah bisa juga belajar memberi. Nah, pada suatu kunjungan keluarga. Saya bertemu Charisa yang berusia 6 tahun.Pada waktu makan, Charisa duduk bersama dengan kami. 

Tema pembicaraan kami waktu itu adalah tentang hari bapak. Charisa saat mendengar itu, diam-diam pergi ke kamarnya membungkuskan satu kado kecil untuk papinya dan memainkan musik untuk sang ayah.

Ia kembali sambil membawa kado kecil itu dan memeluk papinya. Saya sungguh kagum dan terheran-heran. Charisa sudah berpikir begitu jauh. Ia sudah bisa mengubah konsep tentang peringatan hari bapak dengan sebuah kado kenangan untuk papinya.

Siapa sih yang berani mengatakan bahwa kisah seperti itu tidak indah? Itu kisah anak kecil lho. Lebih dari sekedar kemampuan Charisa membungkus kado, saya lihat juga tentang adaptasi terkait konteks masyarakat Jerman.
Orang Jerman selalu beri kado atau bawa bunga untuk orang yang merayakan ulang tahun atau peringatan tertentu. Nah, adaptasi seperti itu yang sebenarnya sungguh indah dan mengubah suasana rumah. Apakah inisiatif seperti itu pernah dipikirkan orang tua? 

Kalaupun pernah terasa tidak menarik, karena sudah terlalu biasa, tetapi jika itu datang secara spontan dari anak-anak, maka orang tua bisa-bisa terbawa emosi, jadi terharu dan mendatangkan air mata.Ada banyak sekali sebenarnya keajaiban dari anak-anak kecil yang kita jumpai dalam kehidupan kita sehari-hari. 

Entah itu di rumah kita, di jalan, atau di mana saja. Perhatikan dengan teliti, mereka selalu punya keunikan yang baru. Mereka punya percikan kata dan gerak yang istimewa dan bahkan bisa menyedot rasa dan nurani kita. 

Kepolosan, kejujuran kata dan tindakan mereka adalah inspirasi tak terhingga untuk menulis tentang anak-anak. Kita bisa menulis tentang anak-anak, tetapi  anak-anak juga bisa dibimbing untuk menulis. 

Saya percaya, jika kesadaran itu sudah ada dan semakin banyak orang optimis, maka akan ada banyak orang yang mencari cara bagaimana agar anak-anak kita  bisa menulis dan menghasilkan buku.

Saya titipkan harapan melalui tulisan kecil ini untuk siapa saja yang tergerak hati dan berani mengambil langkah kecil agar anak-anak bisa menulis buku mereka sendiri. Ya, sebuah buku tentang keseharian hubungan mereka dengan orang tua di rumah dan hubungan mereka dengan teman-teman.

Buku tentang kehidupan yang berawal dari tulisan orang tua, ketika mereka belum bisa menulis, hingga mereka bisa menulis sendiri kisah tentang hidup mereka dan orang-orang di sekitar mereka.

Jika ada yang namanya buku kecil, buku saku, kenapa tidak ada buku yang ditulis anak kecil. Theresia kecil dari kota Lisieux Perancis hidup pada akhir abad ke-19 pernah melalui samudra kehidupan yang kecil, bahkan yang begitu sederhana sehari-hari, namun tertulis.

Tulisannya begitu terkenal di seluruh dunia bahkan telah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Dari kehidupan biasa sehari-hari yang dilakukannya dengan cinta yang luar biasa besar, ia telah menulis buku tentang Kisah suatu Jiwa atau "Histoire d'une Ame." 

Demikian tulisan kecil dari perjumpaan pribadi dengan anak-anak kecil dan anak-anak remaja yang kreatif. Kisah-kisah mereka telah mengubah cara pandang saya.

Bahkan saya yakin lebih baik berhenti bercerita dan mendongeng tentang buku kesukaan pada masa kecil dan mulai belajar menemukan cara membimbing anak-anak agar mereka bisa menulis buku kecil yang terpancar dari cinta yang besar, jujur dan ikhlas dan memengaruhi orang besar.

Salam berbagi, ino, 19.05.2021

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.