1 min dibaca
03 Apr
03Apr

Suara Keheningan | Savitri Candra

Sejak subuh hujan mengetuk atap rumah..

Suaranya semakin lama semakin mengeras membuatku semakin hanyut dalam tidur yang lelap.

Hening pagi tanpa suara hanya gemerisik angin dan suara kucingku yang mengeong minta diperhatikan.. sisanya hanya sepi..


Di sana.. di suatu tempat.. seorang ibu mungkin saja sedang memeluk anaknya yang terbujur kaku terkena peluru tajam karena perang yang tak berakhir.

Atau bisa saja seorang ibu sedang ikut menangis bersama anaknya yang sedang bergumul dalam kesakitan karena fase terminal kanker.

Ada seorang ibu menangis karena terluka dan rindu pada puteranya yang mati tersalib di Golgota.

Ketakutannya sudah berlalu tapi perihnya masih terasa di ulu hati.  Kehilangan putera terkasih yang ia lahirkan, dirawat dengan penuh kasih sayang, diikuti sampai kemanapun dengan taat.


Bunda, di hening hari.. aku ikut berduka.. 

Dukamu adalah duka para ibu yang juga harus menghadapi perpisahan dengan anak tercintanya.

Tangismu adalah tangis semua Ibu yang meratapi kepergian yang terkasih.

Bunda.. kekuatan dan keteguhan hatimu adalah obat bagi kami..


Mazmur 22

(22-2) Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku.2(22-3) Ya Allahku, aku berseru di waktu siang, tetapi Engkau tetap diam. Aku berdoa di waktu malam, hatiku tidak juga tenang.

(22-4) Tetapi Engkau, janganlah jauh, ya TUHAN, datanglah segera menolong aku, sebab Engkaulah kekuatanku.


Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.