1 min dibaca
03 Jan
03Jan

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Perintah supaya orang mencintai barangkali merupakan satu-satunya perintah yang janggal. Bagaimana mungkin mencintai diperintahkan?

Menarik bahwa ajaran Tuhan disarikan dalam perintah utama, yakni "cintailah Tuhan Allahmu dan sesama manusia (Mat 22: 37-39). Santo Yohanes juga mengajak orang mencintai (1 Yoh 4: 7-10).

Sesungguhnya, mencintai itu bukan perintah, tetapi konsekuensi positif. "Orang-orang yang sudah dikasihi Allah, marilah mengasihi satu sama lain" (1 Yoh 4: 7). Itulah arti teks asli ayat itu. Artinya, yang sudah mengalami dikasihi diajak mengalirkan kasihnya.

Setiap orang dikasihi Allah. Sebagaimana kasih dalam diri Allah mengalir keluar kepada manusia, demikian pula kasih manusia mesti mengalir kepada sesamanya. Tiada kasih bisa ditahan dan dinikmati sendiri; tanpa dibagi.
Kasih sejati tersentuh oleh suasana kasih pula. 

Itulah yang tampak dalam pribadi Sang Guru Kehidupan. Melihat orang-orang yang mengikuti-Nya Dia tersentuh, karena mereka seperti domba tanpa gembala (Mrk 6: 34).

Ketika hari petang dan mereka harus pulang, Dia tidak tega membiarkan mereka pergi dalam keadaan lapar. Maka, Dia meminta para murid-Nya memberi makan (Mrk 6: 37). Kemudian Dia sendiri menggandakan lima roti dan dua ikan untuk membuat mereka kenyang (Mrk 6: 41-42).

Itulah kasih sejati. Tersentuh oleh kasih dan mengalir keluar karena kasih. Bagi-Nya mewujudkan kasih itu bukan perintah, tetapi aliran hakikat diri-Nya.

Semua orang diciptakan sebagai citra Allah, Sang Kasih. Hakikat manusia itu kasih. Bagi manusia mengasihi itu bukan perintah, tetapi sesuatu yang mengalir dari hakikat dirinya. Itulah sebabnya, tanpa mengasihi hidup orang tidak lengkap atau malah menderita.

Selasa, 4 Januari 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.