Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm
Hidup bersama bisa berlangsung baik antara lain berkat konformitas. Artinya, berperilaku sesuai dengan standar moral, hukum, dan aturan yang berlaku. Ketiganya dirumuskan berdasar kebenaran.
Rumah tangga berfungsi baik berkat konformitas pelbagai pihak yang ada di dalamnya. Mereka membentuk perilakunya agar sesuai dengan tuntutan hidup bersama.
Cinta antara suami dan isteri dihayati, kasih orangtua kepada anak dan cinta penuh hormat anak kepada orangtua diwujudkan. Ketika itu terus dilakukan, konformitas makin kuat terbentuk dan menjadi kebiasaan. Hidup bernegara juga menuntut konformitas. Bangsa Indonesia telah sepakat untuk hidup bersatu sebagai masyarakat plural (bhineka tunggal ika) dan berpegang pada Pancasila, UUD 1945 dan menjaga eksistensi NKRI.
Kesepakatan ini historis dan mesti terus dijaga supaya Indonesia tetap eksis. Berpegang pada konformitas itu perlu perjuangan yang tak berkesudahan.
Komunitas beragama pun demikian. Mereka erat kokoh bersatu oleh karena para penganutnya konform terhadap agamanya. Mereka taat kepada ajaran, hukum dan panduan hidup yang diajarkan agama.
Konformitas di bidang agama tidak boleh bertentangan dengan konformitas universal dalam masyarakat. Jangan sampai ketaatan terhadap agama menghancurkan kehidupan bersama dalam negara.
Melakukannya secara berlebihan bisa menciptakan eksklusivitas. Demikian kuat konform pada agamanya, hingga orang hanya bergaul dengan orang seagama. Wawasannya kurang luas dan mudah tersulut konflik gara-gara perbedaan pandangan dengan mereka yang di luar kelompoknya.
Meski konformitas itu diperlukan, penting juga orang memahami dan menghayatinya secara proporsional, bijak, dan cerdas. Marilah menciptakan konformitas yang mendukung kehidupan bersama yang damai, sejahtera, dan selaras.
Salam dan Tuhan memberkati.
SASL, Jumat 13 Januari 2023AlherwantaRenalam 013/23