1 min dibaca
12 May
12May
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Apa yang orang ketahui dan alami tentang hujan? Mungkin tidak banyak, karena sebagian orang telah menjadikannya objek harapan dan sasaran keluhan.

Ketika musim kemarau berkepanjangan, orang merindukan datangnya hujan. Saat hujan tiba, orang mengeluh tidak bisa bebas pergi atau bahkan terlanda banjir.

Sebagian orang malah menggunakan hujan sebagai alat politik. Menyerang gubernur yang tidak becus menghadapi banjir akibat hujan.

Barangkali hanya anak-anak yang sungguh menikmati hujan. Mereka berlari-lari di bawah air hujan yang turun mengguyurnya. Tidak takut masuk angin.

Dalam meditasi pagi tadi, aku menikmati hujan. Bukan dengan mandi air hujan di jalan atau bermeditasi di bawah guyuran air hujan.

Aku mendengarkan suara air hujan yang jatuh di atap, yang menghantam kaca besar dari kapel, dan yang bergesekan dengan angin di udara. Suara titik air hujan dan deru hujan itu begitu nikmat didengarkan dan dinikmati sebagai alat bantu meditasi.

Masuk ke dalam hujan dan mengalami dayanya seakan menyatu dengan penciptanya. Pikiranku benar-benar tenang; tidak mengembara ke mana-mana. Hening.

Ternyata, berdoa dan bermeditasi bisa dilakukan bersama hujan. Hujan itu membimbingku bersatu dengan penciptanya. Begitu nikmat, hingga tak terasa meditasinya sudah empat puluh menit. Sepuluh menit lebih lama dari biasanya.

Apakah pengalaman saudara tentang hujan? Pernahkah saudara menikmati hujan? Atau membawanya dalam doa?

SOHK, 11 Mei 2022RP. Albertus  Magnus Herwanta, O. Carm. Renalam ke-35

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.