1 min dibaca
27 Apr
27Apr
Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Mengalami rasa damai-sejahtera itu salah satu kebutuhan manusia. Makan-minum, pakaian, papan, pekerjaan, status sosial dan lain-lain perlu dipenuhi. Namun, terpenuhinya semua itu belum menjamin hidup yang damai.

Mencapai hidup yang damai lebih sulit daripada memenuhi kebutuhan lainnya. Barangkali bukan karena faktor eksternal, lingkungan sosial, dan orang lain yang menyebabkannya. Tetapi, penyebab internal dan situasi batin individu yang menjadi pangkalnya.

Banyak orang menuntut rasa damai-sejahtera bagi dirinya tanpa rela memberikannya kepada orang lain. Menuntut supaya haknya dipenuhi tanpa mau memberikan hak sesamanya. Yang lain menuntut rasa damai bagi dirinya dengan memaksa orang mengikuti kehendaknya. Lebih celaka lagi, meyakini bahwa damai itu hanya tercipta bila orang siaga menghadapi serangan. ”Si vis pacem, para bellum.” 

Artinya, jika engkau ingin merasa aman-damai, bersiaplah untuk berperang. Bagaimanakah orang bisa merasakan damai sejahtera tatkala kondisi batinnya keruh? Bukankah damai bersumber pada hati yang jernih dan murni?

Manakala hati manusia menyatu dengan sumber damai, niscaya dia akan merasakan dan memancarkan ketenteraman. Sang Sumber Damai memberikan damai kepada umat manusia. Setiap orang yang menerima damai itu akan memilikinya dan dapat membagikannya kepada yang lain.

Manusia yang rapuh dan terpecah dalam dirinya sendiri tidak dapat menjadi sumber damai. Hanya jika menyatu dengan Sang Sumber Damai, dia dapat mengalami dan membaginya.
Mereka yang mendambakan damai mesti menyatukan dirinya dengan Sang Sumber Damai. Bersama dan dalam Dialah, kita akan merasakan dan dapat membagikan damai.

SOHK, 27 April 2022RP Albertus Magnus Herwanta, O. Carm.Renalam-21

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.