1 min dibaca
13 Nov
13Nov

Suara Keheningan | RP. Albertus Herwanta, O.Carm

Dalam tradisi Yahudi janda tergolong orang yang lemah dan tanpa perlindungan, karena hidup tanpa suami. Sering digambarkan sebagai orang yang begantung pada Tuhan (bdk Luk 2: 36-37).

Kisah tentang seorang janda yang berulang kali datang ke hakim agar ia membela haknya terhadap lawannya menampilkan orang lemah itu (Luk 18: 2-3).

Hakim itu mula-mula menolak, tapi akhirnya mengalah dan berkata, "Walau aku tidak takut akan Allah dan tidak menghormati seorang pun, namun karena janda ini menyusahkan aku, baiklah aku membenarkan dia, supaya jangan terus saja ia datang dan akhirnya menyerang aku" (Luk 18: 4-5).

Perumpamaan ini mengajar agar orang berdoa kepada Allah tanpa henti. Seperti seorang janda lemah yang hanya bergantung pada Allah.

Tentu Allah sangat baik melampaui hakim di atas. Karena itu, Sang Guru Kehidupan menegaskan, "Camkanlah apa yang dikatakan hakim yang lalim itu! Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya?" (Luk 18: 6-7).

Berdoa tiada henti tidak berarti menganggap bahwa Allah itu kurang peduli. Sebaliknya, itu menunjukkan penyerahan diri dari seorang beriman kepada Allah. Juga menegaskan bahwa iman itu proses yang terus menerus. Suatu saat akan membuahkan hasil.

Allah tidak membiarkan usaha dan doa seseorang akan sia-sia. Suatu saat Dia menjawab setiap doa. Persis yang terjadi pada permohonan janda di atas.

Sabtu, 13 November 2021RP Albertus Herwanta, O. Carm.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.