5 min dibaca
03 Apr
03Apr

Suara Keheningan | Berita Karit | 3.03.2021

 + Maria Para Konfrater dan Para Frater Komisariat Karmel “Titus Brandsma”, Maumere, Indonesia Timur Yang terkasih dalam Kristus dan Bunda-Nya.

1. Salam sejahtera dalam kasih Tuhan dan Bunda-Nya, Maria. Waktu berjalan begitu cepat. Masa Prapaskah sebagai masa retret agung dan masa penuh rahmat sudah kita lewati bersama. Kita tentu sudah memanfaatkan 40 hari ini untuk mempersiapkan puncak perayaan penebusan kita. Lalu, Kepemimpinan Provinsi, termasuk Komisariat Karmel Indonesia Timur juga akan berakhir. Kita sedang mempersiapkan diri untuk merayakan Pertemuan Persaudaraan kita. Kapitel Provinsi sudah diagendakan dan akan diadakan di Rumah Retret “St. Yosef”, Bedugul, Bali pada tanggal 22-28 Agustus 2021 mendatang. Surat saya pada kesempatan ini menjadi sapaan saya terakhir dalam periode kepemimpinan ini. Saya ingin menulis tentang Paskah dalam kaitan dengan semangat pelayanan kita, bertepatan dengan tahun 2021 sebagai Tahun Pelayanan. 

2. Tidak terasa pandemi virus corona (covid-19) sudah berlangsung lebih dari setahun. Tanpa kita duga, sebetulnya kita sudah membiasakan diri dan semakin terbiasa dengan situasi baru ini. Vaksinasi sedang berjalan. Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, pandemi ini segera berakhir. Patut untuk diakui bahwa di satu sisi, kita merasakan dampak buruk akibat covid-19. Namun disisi lain, kita mendapatkan banyak hikmah selama pandemi ini. Kita sudah dan sedang belajar untuk bersyukur dalam kesulitan, belajar membangun kesetiakawanan dengan sesama yang menderita dan tentu belajar melayani secara kreatif serta tepat sasaran. 

3. Paskah tahun ini, sebagaimana tahun yang lalu, terjadi dalam situasi khusus, yaitu: pandemi covid-19. Dengan demikian, kita merayakan sukacita Paskah di tengah “dukacita” karena pandemic. Kegembiraan kebangkitan Tuhan dimaknai di tengah “kesedihan” karena begitu banyak korban akibat virus corona. Namun, justru peristiwa Paskah membuka tabir misteri di balik nestapa ini. Secara khusus bagi kita para Karmelit, kita diundang untuk merefleksikan kembali arti sebuah pelayanan di tengah situasi yang demikian. Spirit hidup Kristiani yang bermutu, semangat hidup bakti yang mendalam, dan roh Karmel yang berkobar-kobar harus menjiwai setiap bentuk pelayanan kita. 

PASKAH: KETAATAN SEORANG PELAYAN

4. Peristiwa Paskah berakar pada rencana agung Bapa yang dilaksanakan oleh sang Putra dalam kuasa Roh Kudus. Tritunggal Mahakudus dalam kesatuan yang tak terbagi bekerja sama untuk mewujudkan karya cinta ini bagi keselamatan dunia. Yesus sang Putra diutus untuk mewujudkan proyek keselamatan ini. Ketika tampil di hadapan umum, Yesus selalu menegaskan bahwa Ia melakukan pekerjaan yang dipercayakan Bapa kepada-Nya (bdk. Yoh. 5:36; 10:37-38). Dalam doa-Nya sebagai imam Agung pada Perjamuan Malam terakhir, Yesus berkata, “Aku telah mempermuliakan Engkau dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” (Yoh. 17:4). Peristiwa salib menjadi bukti tuntasnya karya yang dipercayakan Bapa kepada Yesus, sang Putra. “Sambil memikul salib-Nya ia pergi ke luar ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, dalam bahasa Ibrani: Golgota. Dan di situ Ia disalibkan mereka dan bersama-sama dengan Dia disalibkan juga dua orang lain, sebelah menyebelah, Yesus di tengah-tengah” (Yoh 19:17-18). Yesus mengorbankan diri-Nya dan wafat di kayu salib (bdk. Mat. 27:50; Mrk 15:37; Yoh 19:30). Saat tergantung di kayu salib sebelum menyerahkan nyawa-Nya, Yesus pun berseru, “Sudah selesai” (Yoh. 19:30). Peristiwa Paskah sesungguhnya adalah bukti ketaatan seorang pelayan. Hidup dan pelayanan-Nya adalah perwujudan kehendak Bapa demi keselamatan manusia. Peristiwa Paskah adalah puncak ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa. Ketika berada di taman Getsemani, Yesus berdoa, “Ya Bapa-Ku, jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali kalau Aku meminum-Nya, jadilah kehendak-Mu!” (Mat. 26:42; bdk. Mrk 14:36; Luk 22:42). Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di Filipi menulis, “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Flp. 2:8). Konsili Vatikan II dalam Konstitusi Dogmatis tentang Gereja mengatakan, “Demikianlah untuk memenuhi kehendak Bapa Kristus memulai kerajaan sorga di dunia, dan mewahyukan rahasia-Nya kepada kita, serta dengan ketaatan-Nya Ia melaksanakan penebusan kita” (LG 3). 

5. Melalui peristiwa Paskah, Yesus menunjukkan kepada kita tentang melakukan karya pelayanan yang sejati. Pelayanan kita harus bersumber dari sebuah ketaatan kepada kehendak Allah yang terwujud nyata dalam kesetiaan kepada rencana bersama dan terungkap melalui ketaatan kepada pemimpin kita (bdk. Ibr. 13:17; 1Pet 1:14). Tugas yang dipercayakan kepada kita adalah bagian dari rancangan Allah untuk mewartakan karya keselamatan cinta Tuhan. Itulah sebabnya kita harus dengan tekun dan setia menjalankan tugas yang dipercayakan kepada kita di mana pun kita ditempatkan. Kita hanyalah alat di tangan-Nya untuk memberikan diri kita bagi pembangunan Kerajaan Allah. Oleh karena itu, ketaatan kepada Allah yang secara konkrit terungkap dalam ketaatan kita kepada pemimpin menjadi sebuah tanggung jawab kita. Alasannya, karena bila kita mendengarkan dan taat kepadanya, kita mendengarkan dan taat kepada Kristus sendiri (bdk. Luk. 10:16; Regula no. 23). 

PASKAH: PEMBERIAN DIRI YANG TOTAL        

6. Paskah sesungguhnya adalah sebuah PEMBERIAN DIRI YANG TOTAL. Yesus mengorbankan diri-Nya untuk keselamatan dunia (bdk. Mat. 20:28; Mrk 10:45; 1Tim. 2:6). Ia menyerahkan nyawa-Nya dengan kematian-Nya di kayu salib untuk penebusan dosa manusia (bdk. Mat. 27:50; Mrk. 15:37; Yoh. 19:30). Rasul Petrus dalam suratnya mengatakan, “Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh” (1Ptr. 2:24). Selanjutnya, Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di Efesus menegaskan, “Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian” (Ef. 1:7-8). Yesus wafat di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita (bdk. Rom. 5:6-8; 1Kor. 15:3). 

7. Dengan peristiwa Paskah, Yesus menunjukkan bahwa kita juga diundang di dalam pelayanan untuk memberikan diri secara total. Kita tidak bisa setengah hati di dalam melayani. Sebagai seorang pelayan, kita harus berani berkorban, entah waktu, tenaga bahkan nyawa demi keselamatan orang-orang yang dilayani. Sebagaimana Yesus yang berlaku setia sampai akhir dalam peristiwa salib, kita pun diundang untuk setia sampai akhir. Itulah saat kita mau menderita bersama Kristus untuk jemaat-Nya. Itulah saat kita juga mau berkorban demi sesama, khususnya mereka yang kita layani. Kita juga harus mau menderita dan berkorban seperti Yesus. Rasul Petrus dalam suratnya mengatakan, “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya” (1Ptr. 2:21). Rasul Paulus dengan penuh keberanian iman mengatakan, “Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat” (Kol. 1:24). Dan lagi, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? ... Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang.” (Rom. 8:31-32.35). St. Anastasius dari Antiokhia mengatakan, “Ia meninggalkan kemuliaan, yang Ia miliki bersama Bapa sebelum dunia terjadi, dan datang untuk menyelamatkan umat-Nya. Penyelamatan itu suatu kesempurnaan yang harus dicapai lewat penderitaan oleh Pemimpin yang mengantar kita kepada kehidupan.” Karya pelayanan yang berbuah itu mengalir dari pemberian diri yang total demi kemuliaan Allah dan keselamatan umat-Nya. 

8. Penderitaan dan salib yang kita persembahkan kepada Tuhan demi kebaikan sesama justru menjadi tanda silih. Korban yang kita berikan kepada Yesus demi kepentingan orang lain mempunyai nilai penebusan dan bermakna keselamatan. Tiada korban tanpa arti bagi kita yang percaya akan Kristus. Tiada kematian tanpa makna bagi kita yang dalam Yesus mau melayani sesama hingga tuntas. St Yohanes Paulus II dalam surat apostoliknya mengenai Arti Kristiani dari Penderitaan Manusia mengatakan, “Setiap manusia mempunyai bagiannya sendiri dalam Penebusan. Setiap orang juga dipanggil untuk ikut ambil bagian dalam penderitaan tadi lewat mana Penebusan terlaksana. Dia dipanggil untuk ikut ambil bagian dalam penderitaan tadi, lewat mana semua penderitaan manusiawi juga ditebus. Dengan melaksanakan Penebusan melalui penderitaan, Kristus juga telah mengangkat penderitaan manusia ke tingkat Penebusan. Dengan demikian setiap orang, dalam penderitaannya dapat juga menjadi seorang peserta dalam penderitaan Kristus yang menebus” (SD 19). 

TOKOH INSPIRASI 

9. St. Yosef, pelindung Gereja dan pelindung Ordo Karmel, menjadi inspirasi bagi kita untuk hidup dalam semangat Paskah, pemberian diri secara total dan ketaatan sempurna sebagai seorang pelayan. Keterbukaan St. Yosef kepada kehendak Allah amat luar biasa. Ia siap melaksanakan segala rancangan dan proyek Allah daripada rancangan dan proyeknya. Ketika tahu bahwa Maria, tunangannya, sudah mengandung sebelum mereka hidup bersama sebagai suami istri, ia mempertimbangkan untuk menceraikan Maria. Di saat itulah, Allah turun tangan. Tuhan mengingatkan Yosef supaya tidak usah ragu mengambil Maria sebagai istrinya, karena anak yang di dalam kandungannya berasal dari Roh Kudus. Yosef taat dan melaksanakan perintah Tuhan (bdk. Mat. 1:18-25). Paus Fransiskus dalam surat apostoliknya Dengan Hati Seorang Bapa menegaskan bahwa ketaatan Yosef kepada kehendak Allah justru menemukan jalan keluar dari masalahnya dan menyelamatkan Maria (bdk. PC 3). Selanjutnya, Yosef memberikan dirinya, waktu dan tenaganya, segalanya untuk Yesus dan Bunda Maria. Ia menyertai dan mendampingi Bunda Maria saat mendaftarkan diri di kota Betlehem dan mencari penginapan untuk mendapatkan tempat kelahiran sang Bayi Yesus (bdk. Luk. 2:1-20). Bersama Maria dan Kanak-Kanak Yesus, ia mengungsi ke Mesir dan tinggal di sana sampai kembali lagi dari Mesir dan menetap di Nazaret (bdk. Mat. 2:13-15.19-23). Yosef juga menemani Maria untuk mempersembahkan Kanak-Kanak Yesus di bait Allah (bdk. Luk. 2:21-40) dan mencari Yesus yang berusia 12 tahun tatkala hilang di kota Yerusalem (bdk. Luk. 2:41-52). Yosef melaksanakan semuanya itu dalam diam, tanpa kata. Paus Fransiskus mengatakan, “Kebahagiaan Yusuf bukanlah sekadar logika pengorbanan diri, melainkan pemberian diri. Orang tidak pernah melihat sikap frustasi pada diri Yusuf, tetapi suatu kepercayaan. Sikap diamnya yang teguh tidak berisi keluhan-keluhan, tetapi selalu merupakan sikap penuh kepercayaan” (PC 7). 

10. Demikian juga Bunda Maria menjadi teladan bagi kita berkenaan dengan mati bagi diri sendiri dan hidup bagi Allah dan sesama. Dia telah memberikan dirinya secara utuh dan membiarkan dirinya menjadi hamba yang setia. Ketika Maria menerima tawaran Tuhan untuk menjadi Ibunda sang Juruselamat, ia memang bergumul. Tetapi pada akhirnya ia siap melaksanakan rancangan Tuhan. Maria pun menjawab, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38). Paus Benediktus XVI dalam ensikliknya Allah adalah Kasih menegaskan, “Ia [Maria] tahu bahwa hanya dengan demikian ia menyumbang untuk keselamatan dunia, bahwa ia tak mau melaksanakan karyanya sendiri, melainkan menyediakan diri seutuhnya bagi karya Allah” (DCE 41). Selanjutnya, Bunda Maria memberikan cinta dan perhatiannya kepada sesama yang membutuhkan. Ia menemani Elisabet selama kurang lebih tiga bulan sampai dengan kelahiran Yohanes Pembaptis (bdk. Luk. 1:56). Ia juga memiliki mata yang jeli melihat kekurangan sesama dan memberikan jalan keluarnya (bdk. Yoh. 2:1-11). Ia sangat memberikan hati-Nya untuk Yesus, Putranya, secara khusus pada saat-saat terakhir kehidupan-Nya. Ia setia sampai di bawah kaki salib Putranya (bdk. Yoh. 19:25-27). Akhirnya, Bunda Maria menyertai para murid Yesus dalam doa bersama menantikan kedatangan Roh Kudus (bdk. Kis. 1:12-14). Kembali lagi, Paus Benediktus mengatakan, “Maria, Perawan dan Ibu, menunjukkan kepada kita, apa arti kasih dan dari mana ia menimba asal usulnya, serta kekuatannya yang selalu dibarui” (DCE 42). 

AKHIRNYA

11. Marilah kita rayakan Hari Raya Paskah dengan penuh sukacita. Sukacita itu menjadi semakin bermakna bila kita mampu mewujudkan maknanya dalam kehidupan kita sehari-hari. Itulah saat kita menampilkan semangat hidup Kristiani, religius dan Karmelit yang semakin berkualitas, khusunya dalam pelayanan. Yesus telah menjadi teladan agung kita untuk menjadi pelayan yang sejati. Semoga Masa Prapaskah sebagai masa penuh rahmat dan masa retret agung ini telah memberi kita banyak bahan permenungan untuk menjadi seorang pelayan yang handal. 

12. Saya menutup surat ini dengan mengutip kata-kata Yesus dalam kesempatan Perjamuan Malam Terakhir, “Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yoh. 13:13-15). SELAMAT PASKAH. Marilah kita MELAYANI SEPERTI YESUS HINGGA AKHIR. Tuhan memberkati. Bapa Nabi Elia dan Bunda Maria merestui. Santo Yosef dan Titus Brandsma mendoakan. 

Weruoret, 4 April 2021 Pada Hari Raya Paskah Saudaramu dalam Karmel 

P. Stef. Buyung Florianus, O. Carm. 

Prior Komisaris

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.