2 min dibaca
29 Apr
29Apr

Suara Keheningan | Anes Ike Wicacsari

Hati yang resah dan jiwa yang gelisah seringkali melanda dalam hidup seseorang. Tak jarang ketika rasa itu menghampiri diri seseorang akan membuat mereka berusaha mencari sesuatu untuk menenangkannya. Berbagai cara bisa ditempuh demi mendapatkan ketenangan hati dan jiwa.          

Ketika tanggal 21 April 2021 yang lalu, kau dinyatakan “Hilang Kontak”, seketika itu pula resah dan gelisah merayapi diri ini. Beribu tanya dan kekhawatiran menelusup dalam pikiranku yang lemah ini. Ada apakah ini? Bagaimana mungkin bisa hilang kontak? Kenapa bisa hilang kontak? Namun semua pertanyaan itu tiada jua mendapatkan jawaban. Hanya upaya dan usaha untuk terus menghubungimu yang bisa kulihat.

Nanggala 402, dirimu, aku dan para kesatria Hiu Kencana itu tidak terikat hubungan darah sama sekali. Tetapi hilang kontakmu membuatku diliputi keresahan dan kegelisahan. Dalam semua ketidakpastian itu, kuputuskan untuk duduk dan menyalakan lilin doaku, melantunkan pujian dan harapan untuk segera bisa menghubungimu dan para kesatria hebat itu. Sekian waktu berlalu dan kabar menakutkan itu datang lagi. 

Dikedalaman delapan ratusan meter mereka menemukanmu diam tak bergerak. Nanggala, kau adalah senjata yang bisa membelah lautan, bahkan mereka menjulukimu monster laut karena kehebatanmu dalam gladi perang bersama. Kenapa sekarang kau diam di dasar laut yang dingin dan gelap itu. Dimana para ksatria Hiu kencanaku yang hebat? Dimana wajah-wajah ceria dan suara indah yang mereka lantunkan dari dalam tubuhmu? Nanggala, kenapa kau hanya diam? 

Tak tahukah kamu, ada banyak yang menanti para kesatria itu pulang? Bangunlah dan bawa mereka kembali ke permukaan. Jangan biarkan kabar ini menjadi nyata. Bisa saja yang terbelah menjadi tiga itu bukan dirimu tapi dia yang lebih dulu ada ditempat itu.     

Pengharapan akan kepulanganmu bersama para kesatriaku terus kupanjatkan. Dan pada akhirnya kau pun berbisik padaku, “Aku ada dan mencoba memberikan kabar padamu. Namun dirimu terlalu dipenuhi oleh semua keresahan dan kegelisahan. Aku berusaha mengatakan padamu kalau kami berjuang bersama sampai pada akhirnya. Aku tahu mereka adalah kesatria hebatmu. 

Aku tahu ada banyak yang menanti mereka pulang. Aku merasakan apa yang kau rasakan. Cobalah mengerti dan memahami tugas kami. Aku dan mereka memilih berjuang bersama menjagamu dan mereka . Kami menjagamu di samudera kehidupan ini. Sekarang kami menjagamu tanpa batasan ruang dan waktu. Kami bersamamu dalam keabadian ini. 

Lihatlah bagaimana Sang Bintang Samudera memeluk erat kami ketika ketakutan mendera dan kepanikan melanda. Rasakanlah bagaimana Sang Bintang Samudera menenangkan kami dalam bimbingan dan perlindungannya. Ia membimbing kami sampai saat ini. Betul kami kelelahan dan memilih beristirahat di kedalaman delapan ratusan meter ini, tapi ini hanya sebentar, hanya sementara saja. 

Tidakkah kau lihat, sekarang kami kembali berlayar dibawah tuntunan Sang Bintang Timur yang muncul dengan sinar indahnya. Dengarkan mereka para ksatria Hiu Kencanamu yang tetap bernyanyi dengan gembira diiringi petikan gitar.”

Datang akan pergi, lewat ‘kan berlalu, ada ‘kan tiada, bertemu akan berpisah, awal , terbit ‘kan tenggelam, pasang akan surut, bertemu akan berpisah. Hey, sampai jumpa dilain hari , untuk kita bertemu lagi. Kurelakan dirimu pergi. Meskipun kutak siap untuk merindu, kutak siap tanpa dirimu, kuharap yang terbaik untukmu ....(syair lagu Sampai Jumpa Endank Soekamti). Terdengar semakin jelas di lubuk jiwaku. 

Dan kulihat mereka kembali berlayar bersama Sang Bintang Timur menjemput Sang Fajar yang merekah di ufuk timur. Berlayar dengan kekuatan penuh dalam kebahagiaan abadi bersama Sang Fajar dalam bimbingan dan pelukan Sang Bintang Samudera. Wajah penuh semangat untuk kembali menjaga laut dan samudera kami, membelah lautan dan menjadi monster bawah laut lagi.

Sesuai namamu “NANGGALA” Padamu Sang Bintang Samudera, kuserahkan Nanggala dan para ksatria Hiu Kencanaku dalam pelukan keabadian. Kuserahkan mereka dalam dekapan hangatnya cintamu. Jangan biarkan gelapnya laut yang dalam merenggut mereka dari kami. Jangan biarkan dinginnya air membekukan mereka. Orang boleh berkata kalian tenggelam, tapi bagiku kalian telah memutuskan untuk menjaga laut dan samudera kita untuk selamanya. 

Orang boleh berkata 53 orang ksatria Hiu Kencanaku yang hebat telah gugur, namun bagiku mereka telah mengalami hidup yang sebenarnya. Hidup tanpa batasan ruang dan waktu. Hidup dalam pelukan cintaBunda Sang Bintang Samudera yang akan menghantar mereka pada pelabuhan yang sebenarnya. Dari kedalaman cinta yang penuh kehangatan, aku berbisik padamu wahai Nanggala, kau boleh lelah, namun jangan berhenti, kau boleh tua tetapi tetaplah berusaha, teruslah berlayar membawa para ksatria hebatku membelah lautan menjaga samudera kami. 

Teruslah berlayar bersama mereka menuju pelabuhan abadi bersama Sang Bintang Samudera. Biarkan Sang Fajar memberikan tempat peristirahatan terbaik bagi kalian. Disanalah kalian boleh beristirahat. Terimalah hormat, salam dan doaku. Kupeluk dikau dalam seluruh rangkaian doaku. Kudekap kalian dalam keheningan rindu. Dalam kemah keabadian Bapa, kita semua akan bertemu. 

Selamat bertugas para kesatria Hiu Kencanaku. Tak ada kapal selam yang tenggelam, hanya saja dia memutuskan untuk menjaga samudera selamanya (KRI Nanggala 402) . On eternal patrol. Peluk kerinduan dalam doa penuh cinta dari kami semoga menjadi pengawal perjalanan panjangmu. Dan dalam pelukan doa penuh kasih dari kami yang tidak terikat hubungan darah bagi seluruh keluarga ksatria Hiu Kencana yang bertugas dalam keabadian, semoga seluruh keluarga diberikan keikhlasan dan dikuatkan serta dimampukan Bapa untuk melanjutkan cita-cita di samudera kehidupan ini. Dukamu adalah duka kami juga.

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.