Belajar hidup bersaudara dari Sang Sabda

Tesis dasar ketika Tuhan menjelma menjadi Manusia, bermuara pada konsep bahwa kodrat manusia menjadi pengungkapan diri Allah. Di mana melalui manusia, Allah sendiri berkeinginan menjelma ke dalam sebuah lingkungan yang terbatas. Ia hanya menjelma dan berada pada sebuah situasi konteks manusia. Ia sepenuhnya tetaplah Allah dalam kemahakuasaanNya di dalam ruang lingkup yang terbatas.

Misteri penjelmahan ini pun didasarkan pada sebuah misi keselamatan Allah untuk mengangkat manusia yang terbatas mengalami sukacita yang penuh di dalam Allah. Tentang hal ini inkarnasi sepenuhnya menempatkan sebuah model misi di dalam konteks. Dari dalam konteks inilah Sabda yang menjelma menjadi Manusia bertindak dan berkarya sebagai Saudara bagi manusia. Hal ini dimaksudkan agar manusia yang terbatas tidak meluluh merasa bahwa Allah itu jauh dari realitas hidup, melainkan Ia nyata hadir dekat dan bahkan menjadi Saudara bagi manusia. Ada pun pelbagai kisah yang menggambarkan tentang kedekatan Tuhan sebagai Saudara yang dapat dijumpai dalam seluruh karya keselamatanNya. Kisah pertama yang paling mendasar tentang pengungkapan kasih Allah kepada manusia adalah dengan memilih manusia (Maria) untuk menjadi pengantara inkarnasi Allah. Melalui Maria Allah secara nyata masuk dalam keterbatasan manusia. Dari model persaudaraan ini, misi keselamatan Allah dalam Yesus Kristus hidup dan berada bersama dengan manusia. Tentang misi keselamatan Allah ini, ada banyak kisah dan karya Yesus yang menampilkan aspek ini. Salah satunya ialah kisah perkawinan di Kana. Kisah ini merupakan mukjizat perdana kasih persaudaraan Yesus kepada manusia.

Dalam kisah mukjizat perdana di Kana ini, figur Maria pun kembali tampil mengambil peran yang istimewa sebagai pengantara manusia kepada Yesus. Dalam konteks ini, Maria menyadari bahwa Sang Sabda adalah Anak Allah yang Mahakuasa, penuh belas kasih persaudaraan kepada sesama yang menderita. Oleh karenanya Maria dengan penuh iman meminta agar Sang Sabda menyalurkan rahmat-Nya untuk membantu menyelesaikan persoalan kekurangan anggur (sukacita) yang dialami oleh tuan pesta dan sesama saudara yang hadir pada saat itu. Atas permintaan Maria dan karena kasihNya yang besar, Yesus menyalurkan berkat-Nya untuk menyelesaikan persoalan itu. Mukjizat air menjadi anggur pun terjadi.

Buah refleksi yang dapat dipetik dari kisah ini sejatinya terletak pada keinginan untuk selalu dekat dan percaya kepada Sang Sabda. Apapun persoalan yang dialami pasti akan diselesaikan-Nya. Lebih dari itu, aspek lain yang mesti dilakukan ialah bukan sekadar ingin dekat dan percaya kepada-Nya, melainkan melaksanakan apa yang dikatakan-Nya, seperti yang ditegaskan oleh Maria kepada para pelayan pesta, “apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!” (Yoh 2:5). Sang Sabda dalam kisah mukjizat di Kana telah menunjukkan kasih persaudaraan kepada sesama yang kehabisan anggur (kehilangan sukacita), demikian pun semua orang yang mau mengikuti-Nya. Yesus telah menunjukkan kasih persaudaraanNya, kita pun harus menerapkannya di dalam keseharian hidup kita dengan cara yang paling sederhana yakni saling mengasihi satu dengan yang lain dan saling menolong sesama yang membutuhkan. Belajarlah hidup bersaudara dari Sang Sabda.

Oleh: Fr. Maxi Labut, O. Carm