1 min dibaca
Rumah benteng isolasi hidup

Terbangun dini hari

Aneh rasa hatiku... tidurku tidak lelap

Tergoda setiap waktu untuk mengintip pesan-pesan yang masuk

Tertunduk karena duka dari teman-temanku, keluargaku, konfraterku, sahabat dan kenalanku 

Oh dunia sedang dihimpit duka dan lara 

Oh bumiku ditaburi sunyi sedih beribu-ribu tetesan air mata 

Kucoba menatap keluar dari jendela kamarku 

Terlihat cuma taburan putih dari langit yang sepi, tak ada manusia di sana 


Keindahan salju bahkan sudah tidak menarik karena lara dan duka dunia ini 

Cerita tentang perginya sang kakak, adik, saudara, orangtua, sahabat kenalan telah menjadi status harian semua media 

Wajah duka dan kesedihan telah menjadi wajah sang waktu sekarang 

Sampai kapan cerita ini berakhir? 

Doa, harapan, vaksin dan vitamin tak selalu menjamin datang ke hari baru 

Hidup bisa berakhir begitu mudah dan begitu sederhana. 


Kemarin kita masih bergurau tawa tentang masa lalu 

Hari ini kamu sudah tiada. 

Hilang kata, suaramu. 

Tersisa cuma gambar kaku pilu yang membisu sepanjang waktu. 

Virus itu telah merampas hidupmu begitu sunyi tanpa suara galau dan ribut. 

Sunyimu melompat dari waktu ke waktu cuma untuk mencabik-cabik organ vital kehidupan. 


Merampas dan memotong usia dan cerita jutaan manusia. 

Nama tak berwajah kasat mata Covid-19 

Adalah pembunuh tanpa pilah-pilah 

Tak peduli usia, agama, status, nama, dan dari mana, miskin atau kaya. 

Manusia adalah objek serangan tanpa ampun salah dan dosanya apa. 


Waspada, dia bisa datang kapan saja dan di mana saja. 

Ia tersebar dalam kesunyian, dan sukacita manusia yang sering tidak terkendalikan. 

Ia cuma takut, kalau manusia tinggal di rumahnya. 

Jika manusia bisa menyangkal kerinduan untuk berjumpa dengan sesamanya. 

Ia cuma takut kalau manusia hidup dalam keteraturan yang wajar dan penyangkalan yang sadar. 


Wahai manusia, isolasikan keinginan dalam rumahmu. 

Jangan nyatakan rindu pesta pora dengan ratusan atau ribuan orang. 

Krisis panjang telah berada di depan mata. 

Tutup rindumu untuk gegap gempita karena tetangga-tetanggamu sedang berduka. 


Duka dan lara, kehilangan dan kematian tidak terhitung lagi setiap detak sang waktu bergeser

Keteraturannya telah mencatat sejarah perginya jutaan orang yang punya harapan ingin hidup lebih lama 

Semua bisa berakhir kapan saja tanpa kompromi dan diagnosa yang akurat


Ia datang tanpa pilah-pilah 

Ia merampas hidup, tak peduli orang suka atau tidak. 

Waktunya telah tiba, untuk sebuah cinta dari rumah dan di rumah 

Waktunya telah genap untuk sebuah harapan dari rumah dan di rumah 

Waktunya sekarang, untuk beriman dan percaya dari rumah dan di rumah 

Rumahku adalah bentengku. 

Ino Sigaze, O.Carm

Mainz, 27.01.2021

Komentar
* Email tidak akan dipublikasikan di situs web.